Cerpen Berkualitas : Kisah hidup seorang wanita yang lahir diantara dua agama yang berbeda

Cerita Pendek Berkualitas - Cerpen Ini di angkat dari sebuah kisah Nyata. Yang di tulis oleh :
  • Nama : Ayu Qadrianti
  • Pekerjaan : Mahasiswa di UIN Makassar Jurusan Sastra Ingris


Selamat Membaca.

Kisah hidup seorang wanita yang lahir diantara dua agama yang berbeda

Sepasang mata sipit terlihat mengintip di sebelah luar jendela sebuah masjid, tatapan iri dan penuh harap terhadap santri-santri yang sedang belajar agama bersama guru mengajinya yang nampak  sangat ramah. Mata itu adalah milik Nintce, seorang gadis belia berusia 7 tahun  yang lahir dari orang tua berbeda agama dimana ayahnya keturunan Tionghoa dan beragama Budha sementara ibunya adalah seorang pribumi beragama islam. Untuk anak seusia Nintce yang berlatar belakang keluarga berbeda agama membuatnya tidak paham akan arti agama, meskipun dia masih sangat muda namunsia sangat dewasa, pandai dalam berfikir dan penuh ambisi.

Nintce tumbuh dikalangan orang-orang Tionghoa bersama ibu dan dua orang kakaknya serta seorang adik, ayahnya telah meninggal dunia ketika ia masih berusia 2 tahun sedangkan adiknya masih dalam kandungan dan sekarang mereka tinggal bersama saudara perempuan ayahnya yang kaya raya. Selama mereka tinggal disana, mereka tidaklah hidup dengan penuh kemewahan karena mereka tetaplah harus bekerja untuk memenuhi hidup mereka sendiri. Ibu Nintce bekerja sebagai buruh pabrik tembakau yang tiap harinya harus menggulung tembakau hingga terbentuk menjadi sebatang rokok, Frans, kakak Nintce bekerja sebagai buruh panggul dipasar swalayan sementara kakak perempuannya yang bernama Sintce tetap di rumah menjaga adiknya yang masih kecil bernama Nor sekaligus harus mengerjakan pekerjaan rumah. Sedangkan Nintce mengikuti pelajaran disekolah, ia beruntung karena ia disenangi oleh sepupunya yang seusia dengannya sehingga ia diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan sekaligus untuk menemani sepupunya itu. Tiap hari ia diberi uang jajan oleh bibinya sebesar Rp.500,- nilai yang sangat tinggi untuk tahun 1973-an.

Sekarang Nintce duduk dibangku kelas 6 di SD Tauladan Pontiku, selama bersekolah Nintce selalu bolos ketika mata pelajaran pendidikan agama karena ia tidak dibolehkan mengikuti mata pelajaran pendidikan agam islam melainkan pendidikan agama yang lain yang tidak disenanginya  Nintce yang berkulit putih dan bermata sipit itu selalu dianggap non-muslim. Hal ini terus ia lakukan yang mengakibatkan nilai untuk mata pelajaran pendidikan agamanya menjadi sangat rendah. Sampai pada akhirnya ujian tiba tentu saja ia kesulitan  ketika menghadapi mata pelajaran agama. Setelah ujian, hari pengumuman sekaligus untuk menerima ijazah pun tiba, ia bersama sepupunya dengan sangat riang dan penuh semangat datang kesekolah . Satu demi satu nama siswa dipanggil namun, namanya tak kunjung disebut, ia mulai ragu dan seakan patah semangat. Hingga sebuah nama terus disebut berulang-ulang, tapi tak ada seorang pun siswa yang merasa dipanggil, nama itu adalah Irma yang ternyata sebuah nama baru yang diberikan kepada Nintce dari wali kelasnya. Nintce sangat senang dengan nama itu dan akhirnya terus ia gunakan hingga kejenjang SMP dan SMA. Sejak saat itu ia merasa sangat diperhatikan oleh gurunya yang menimbulkan hasrat didirinya untuk menjadi sorang guru pula, walau dari keluarga yang kurang mampu tapi cita-citanya tidak pernah ia lupakan.

Hingga ia lulus SMP kemudian lanjut ke SMA demi mengejar cita-citanya, dia membiayai dirinya sendiri dengan bekerja apa saja yang dianggapnya benar mulai dari bekerja sebagai pembantu rumah tangga, pengasuh bayi hingga bekerja ditempat bilyar. Sambil sekolah, ia terus bekerja ditempat bilyar itu, pulang malam bukan lagi hal yang lumrah ia lakukan demi gaji sebesar Rp.70.000,- , cemooh, hingga fitnah yang ia terima dari orang-orang yang memandangnya sebelah mata tak membuatnya berkecil hati justru ia menjadikannya sebagai dorongan untuk terus berusaha. Bekerja ditempat yang banyak dikunjungi lelaki tidak membuatnya takut, justru ia mendapat banyak teman karena sikapnya yang ramah dan mudah bergaul sehingga orang-orang yang baru berkenalan dengannya bisa langsung akrab dengan dirnya walau begitu, Irma tetap menjaga jarak dengan mereka sebagai cara untuk melindungi harga dirinya. Ia selalu mengingat pesan dari ibunya yang mengatakan “Meskipun kamu miskin tetapi kamu tetap memiliki harga diri, pertahankan harga dirimu karena itu lebih berharga daripada uang. Tunjukkan kepada orang-orang bahwa meskipun kamu tak memiliki ayah tapi kamu mampu menjaga nama baik keluargamu”. Pesan itu selalu dijaganya.

Ditengah-tengah sibuknya ia bersekolah sambil kerja ia terkadang sedih, gundah dan bingung akan keyakinannya. Selama ini ia tidak pernah melakukan ibadah apapun karena ia tidak tahu pasti apa agamanya hingga pada suatu hari ia dipertemukan oleh seorang wanita ang adalah teman SMAnya yang bernama Atik. Mereka selalu berangkat kesekolah bersama dan Atik selalu membantu mengerjakan tugas-tugas sekolah milik Irma yang menumpuk karena Atik tahu bahwa Irma tidak memiliki waktu untuk belajar apa lagi untuk bersenang-senang sebab Irma harus bekerja mencari nafkah untuk biaya sekolahnya. Irma selalu bercerita kepada Atik tentang kegundahan dihatinya hingga suatu hari ketika pulag sekolah Atik mengajaknya ke masjid. Disana Irma diajarkan cara berwudhu dan shalat, Irma merasa sangat senang dan merasa kegundahan dihatinya mulai hilang. Ia merasa bahwa itulah agama yang benar untuknya. Setiap hari sepulang sekolah, Irma dan Atik selalu mampir di masjid untuk beribadah bersama-sama sebelum Irma berangkat kerja.

Tiga tahun berlalu akhirnya Irma dan Atik lulus SMA, mereka ingin lanjut kuliah dibidang ilmu pendidikan dan keguruan tapi malang bagi Irma karena tidak memiliki biaya sehingga ia memutuskan untuk pergi merantau ikut bersama kakaknya, Sintce. Sejak saat itulah Irma dan Atik berpisah. Irma pergi ke Palu bersama kakaknya dan bekerja disana. Ia bekerja disebuah toko elektronik yang menyediakan layanan pemasangan AC, parabola serta servis elektronik. Setahun Irma bekerja disana akhirnya kakaknya kembali ke Makassar, tinggallah Irma di Palu. Beberapa bulan setelah kakaknya pulamg, seorang pemuda datang untuk melamar pekerjaan. “Permisi, bosnya ada?” Tanya pria itu kepada Irma. Dengan sopan Irma menjawab, “Ada di dalam, tunggu sebentar”. Pemuda itu dipanggil keruangan bos dan  ternyata diterima bekerja. “Selamat bergabung di toko kami. Nama kamu siapa?” dengan senyum ramah Irma bertanya. Amir” jawab pemuda itu singkat. Setelah perkenalan itu, lambat laun mereka menjadi akrab dan tanpa disadari ternyata Amir telah jatuh hati kepada Irma. Tidak ada proses pacaran namun mereka langsung menikah dan kembali ke Makassar. Beberapa bulan mereka di Makassar ternyata bos mereka masih membutuhkan mereka jadi mereka kembali ke Palu. Setelah satu tahun mereka disana dan memiliki seorang anak laki-laki yang lucu, Irma memutuskan untuk kembali ke Makassar dan tinggal di kampung halaman suaminya di desa.


Disana mereka membangun rumah tangga yang sangat sederhana dan dikaruniai 3 orang anak. Sepuluh tahun mereka hidup di desa sampai pada suatu hari Irma ditawari oleh seorang kepola sekolah untuk menjadi guru bantu di sebuah sekolah. Tak ingin menyianyiakan kesempatan itu akhirnya Irma  pun memulai pengabdiannya dan akhirnya berhasil menjadi seorang guru yang disenangi oleh murid-muridnya. Meskipun bukan lagi diusia muda tapi, ia merasa sangat senang karena apa yang dicita-citakannya telah terwujud.

Related Posts: